Quantcast
Channel: POPsy! - Jurnal Psikologi Populer » belajar
Viewing all articles
Browse latest Browse all 3

Mengajarkan Matematika pada Kuda

$
0
0

Diambil dari WikipediaMungkin ada banyak pendapat mengenai apa yang membedakan kita dengan hewan-hewan lain, tapi rasanya ‘kecerdasan’ (dalam artian yang paling luas) bukan termasuk salah satu di antaranya; seseorang yang mengagungkan keistimewaan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna pun harus mengakui bahwa banyak hewan ternyata bisa cukup cerdas dalam hal-hal tertentu. Dunia ilmu pengetahuan sudah mengetahui bahwa beberapa hewan memiliki daya ingat yang tinggi, bisa menggunakan alat bantu dan nalar untuk untuk mendapat makanan, ‘berbicara’ dengan kosakata dan tata bahasa manusia yang benar, atau melakukan perhitungan matematika sederhana.

Ditemukannya hewan-hewan cerdas itu sama sekali bukanlah hal yang baru. Pada awal abad ke-20 yang lalu, publik di Jerman pernah geger dengan kehadiran Hans, kuda milik seorang guru matematika SMA bernama Von Osten. Von Osten mengklaim telah mengajari kuda itu matematika, konsep jam dan penanggalan kalender, tangga nada, serta bahasa Jerman. Apa Hans memang benar-benar sepintar yang dikira oleh gurunya?

Bukan Sulap, Bukan Sihir

Bagaimana sebenarnya Von Osten membuktikan kecerdasan kudanya itu? Jawabannya sederhana: dengan bertanya. Ia akan membacakan soal di depan Hans, dan kuda itu akan menanggapinya dengan mengetukkan kakinya; jumlah ketukan itu adalah jawaban dari soal yang ditanyakan. Ketepatan jawaban Hans akhirnya menjadi sensasi publik sehingga mengundang departemen pendidikan Jerman membuat komite khusus untuk menelitinya. Pada awalnya mereka tidak menemukan keanehan apapun, namun akhirnya seorang psikolog bernama Oskar Pfungst bersedia menguji klaim Von Osten lebih lanjut.

Tentu wajar jika ada dugaan kalau unsur tipu-tipu, baik dari Von Osten maupun dari ‘penonton’, berperan dalam jawaban Hans. Untuk itu, Pfungst merancang berbagai modifikasi lingkungan berikut untuk mengeliminasi faktor-faktor yang tak diinginkan:

  • Mengisolasi Hans dan Von Osten untuk tampil tanpa penonton
  • Mengganti Von Osten dengan orang lain sebagai pembaca soal
  • Memperbesar jarak antara pembaca soal dengan Hans
  • Menyembunyikan pembaca soal dari pandangan Hans
  • Membuat pembaca soal juga tidak mengetahui jawabannya

Pada situasi normal, akurasi jawaban Hans bisa mencapai 89 persen. Persentase ini tak banyak berubah ketika faktor penonton dihilangkan dan orang lain dipakai sebagai pembaca soal, sehingga mustahil bagi Von Osten untuk melakukan muslihat. Tapi pada tiga modifikasi terakhir, akurasinya berkurang banyak hingga 6 persen. Dari sini Pfungst menarik dua kesimpulan sementara mengenai ’kepandaian’ Hans, yaitu tergantung dari: (1) apakah dia bisa melihat si pembaca soal dengan jelas atau tidak, dan (2) apakah si pembaca soal juga tahu jawabannya atau tidak. Dari sini, pengujian pun kemudian difokuskan pada interaksi antara si pembaca soal dengan bagaimana Hans menjawab.

Kebenaran pun Terungkap

Dari pengamatannya yang intensif terhadap pembaca soal yang mengetahui jawabannya, Pfungst melihat bahwa tarikan nafas, postur tubuh, dan ekspresi wajah mereka sedikit berubah dan menegang ketika Hans mulai menjawab dengan mengetukkan kakinya. Ketika jumlah ketukan sudah mencapai angka yang benar, ketegangan yang samar itu berkurang, dan Hans pun menghentikan ketukannya. Perubahan ini tidak terlihat atau tidak terjadi pada pembaca soal yang tersembunyi atau yang juga tidak tahu jawabannya, sehingga ’kepandaian’ Hans menebak jawaban yang benar menurun drastis.

Ada dua hal yang menarik dari temuan Pfungst ini. Pertama, para pembaca soal (termasuk Von Osten) menampilkan petunjuk-petunjuk ini di luar kesadaran mereka, dan mereka tidak dapat menyembunyikannya meskipun mereka ingin. Kedua, meskipun perilaku Hans ini didukung oleh fakta bahwa spesies kuda memiliki indra pengelihatan yang sangat sensitif, manusia juga bisa memperoleh kemampuan ini dengan latihan intensif. Setelah mengetahui penyebab kepandaian Hans, Pfungst melakukan eksperimen tambahan dengan berperan sebagai si kuda yang menjawab dengan mengetukkan kakinya. Ia mendapati bahwa 90 persen penanya menyediakan petunjuk bahasa tubuh yang memadai agar jawabannya bisa ia tebak dengan benar.

Kasus Hans yang terjadi lebih dari 100 tahun yang lalu sepertinya masih tetap relevan hikmahnya untuk masa ini. Kita diajak untuk selalu berhati-hati menyikapi fenomena aneh yang kelihatannya benar. Kita sering terjebak dikotomi palsu (”kalau ini bukan tipuan, maka ini pasti sungguhan!”), padahal ada banyak alternatif penjelasan lain yang sering tak terpikirkan oleh kita. Sikap kritis dan kreatif dalam menghadapi masalah rasanya adalah yang paling tepat, seperti yang ditunjukkan Pfungst dalam percobaannya.

Sumber:

Wikipedia – Clever Hans

Skeptic’s Dictionary – Clever Hans

Damn Interesting – Clever Hans

Hewan-Hewan Pintar Lain:

Alex (burung parkit)

Koko (gorilla)

Ai (simpanse)

Rico (anjing border collie)



Viewing all articles
Browse latest Browse all 3